Tujuan :
- Mengerti diadakannya Hari–hari Raya Gerejawi
- Merasakan dan menghayati tuntunan Allah yang dirayakan dalam kehidupan beriman.
- Mampu memiliki kepekaaan iman dalam upaya penghayatan makna tiap Hari-hari Raya Gerejawi dalam perayaan kehidupannya.
HARI–HARI RAYA GEREJAWI
PENGANTAR
Merupakan kebiasaan umum seseorang merayakan hari ulang tahun kelahirannya. Meskipun hal itu dilakukan dengan berbagai cara tergantung kemampuan. Bagi semua yang terlibat dalam pesta ( terutama yang berulang tahun ), 'diharapkan` benar-benar berada dalam suasana lahir-batin yang bahagia. Mengapa diharapkan? Sebab peristiwa pesta itu dipandang memiliki makna bagi perjalanan hidup seseorang untuk mencapai cita-citanya. Terkadang seseorang memiliki beberapa hari tertentu yang menurutnya patut dirayakan ( keberhasilan belajar, kematian orang yang dikasihi, dlsb.).
GKI di Tanah Papua berdiri pada 26 Oktober 1956
sebagai hasil pekabaran Injil yang dimulai oleh Ottow dan Geissler pada 5
Februari 1855. Sejak awal berdirinya, GKI di Tanah Papua adalah suatu gereja
yang bersifat oikumenis, dan bukan gereja suku. Oleh karena itu,
anggota-anggota jemaat GKI berasal dari orang Papua sendiri dan orang-orang
bukan Papua dari berbagai suku dan bangsa serta dari berbagai latarbelakang
keanggotaan gereja. Kehadiran dan keberadaan GKI di Tanah Papua adalah kehendak
Tuhan untuk menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah yang nyata di tengah
keterbelakangan, keterasingan, kebodohan dan kemiskinan. Oleh pemberitaan Injil
peradaban baru Papua dimulai dan terus berlangsung sampai sekarang ini.
Hampir sejalan dengan muatan orang melakukan perayaan di atas. Setiap agama juga memiliki berbagai peristiwa penting di masa lampau yang selanjutnya patut dan wajib diperingati pada hari-hari tertentu di masa kini. Ia (peristiwa itu) dipandang sangat menolong umatnya dalam menghayati hidup, memperteguh iman, dan setia dalam harapan.
PERAYAAN IMAN DAN GEREJA
Umat Israel memiliki sejumlah Hari Raya keagamaan,yang muncul seiring dengan perjalanan sejarah terbentuknya mereka sebagai umat dan bangsa. Meski ada perayaan yang kesannya tercampur terkait dengan perayaan nasional dengan keagamaan, misalnya perayaan Paskah (Ibrani Pesah berarti: melewati). Namun demikian semua perayaan Israel tetap di tempatkan dalam suasana keagamaan, artinya tidak ada yang terlepas dengan keterlibatan TUHAN.
Dari beberapa perayaan keagaman Israel ada yang kini dirayakan ulang oleh Gereja, tentunya dengan muatan makna baru. Di samping itu, Gereja pun memiliki sejumlah hari perayaan keagamaan yang semuanya memiliki dinilai penting serta disikapi dengan sukacita dan hormat. Dengan banyaknya perayaan Gereja tentunya hal ini menjadikan hidup Gereja (umat Kristiani) berada dalam tradisi liturgi yang tidak putus dan dibungkus dengan aneka perayaan iman. Dengan kata lain pula, hidup Gereja adalah hidup dalam perayaan iman. Tradisi liturgi membawa umat memasuki penghayatan akan karya Allah dalam Kristus Yesus melalui tuntunan Roh Kudus. Tradisi Liturgi demikian, peristiwa peristiwa yang dirayakan disebut Tahun Gereja.
Di sana (Tahun Gereja) memiliki bimbingan bagi penghayatan iman agar seseorang tidak berada dalam kebosanan serta praktik ibadah dan penghayatan iman yang semua loncat-loncat dan terpenggal-penggal. Tidak terpenggal-penggal dan membosankan, karena kesadaran peran Allah yang bersambut dengan peran manusia. Peran Allah dalam Kristus menjadi kesatuan yang sempurna. Peristiwa peristiwa perayaan Kristen dimulai dari masa Adven hingga Kenaikan; penampakan suci pasca kebangkitan hingga Kenaikan selanjutnya Pentakosta, disusul Minggu Tritunggal Mahakudus (Minggu pertama sesudah Pentakosta) sampai Minggu Kristus Raja (Minggu terakhir dalam tahun Gerejawi) - lebih luas bagian ini tentang "Simbol, Perangkat Penunjang Ibadah dan Bangunan Gereja". Tetapi perayaan Gerejawi tidaklah berakhir di sini, seolah tidak ada lagi sukacita. Masa selanjutnya dalam Tahun Gereja, di sana Gereja tetap memiliki dan masih dalam suasana Minggu-minggu Perayaan Gereja. Dan masa itu disebut Minggu sesudah Pentakosta, yakni masa di mana hidup Gereja diingatkan adanya penyertaan Tuhan dalam perjuangan dengan pergumulannya. Dengan keyakinan itulah maka Gereja tetap dalam suasana perayaan iman yang besar dan penuh puji-pujian.
HARI RAYA SEBAGAI PERAYAAN HIDUP
Sebagaimana
hari-hari raya yang diperingati dalam waktu tertentu, Gereja pun menyambut hari
Minggu sebagai hari raya. Perkataan 'Minggu` berasal dari bahasa Portugis,
Do-minggo, artinya: Tuhan. Perayaan tersebut terdorong atas kesadaran akan
peristiwa kebangkitan Kristus. Bagi orang Kristen, hari itu dihormati sebagai
'hari Tuhan` (= Do-Minica; Latin), hari kemenangan Yesus atas maut; hari
pertama (= Ahad; Ibrani) dalam pekan; awal ciptaan baru. Sejak zaman para
Rasul dinyatakan sebagai Hari Tuhan (Kisah Para Rasul 20:7; 1 Korintus 16:2;
Wahyu 1:10), karena pada hari itu Yesus bangkit dari antara orang mati. Inilah
hari penebusan dikerjakan dengan sempurna. Dan para martir pernah menjawab
kekaisaran Romawi yang melarang orang Kristen beribadah pada hari Minggu,
katanya "Tanpa merayakan Hari Tuhan kami tidak dapat hidup". Jadi
hari itu pun semestinya terjadi dalam kemeriahan perayaan liturgi. Pada hari
itu orang Kristiani wajib ikut dalam perayaan iman. Sudah barang tentu memahami
'wajib` di sini bukan karena disuruh atau dipaksa. Ini harus dipelajari khusus, supaya apa yang mau hendak dibangun, bisa
dilakukan karena sudah memiliki semua ini, terutama bagi orang yang
mendiami tanah subur nan gersang ini. Pengkotbah 1 telah mengisyaratkan, ‘apa yang sekarang ada ini, dulu
sudah ada’. Sama seperti pendiri gereja GKI sudah meletakkannya dan
sudah memikirkannya.
Tata gereja dan pedoman gereja ini sangat penting, tetapi juga sangat
penting melihat keadilan bagi umat di tanah ini. Kita juga jangan hanya
selalu bicara kasih, tetapi saat ini waktunya kita juga bicara keadilan,
sehingga warga jemaat tertolong.
Gereja hadir untuk orang Papua yang mendiami Tanah Papua. Pendiri gereja
ini telah mewasiatkan dan meninggalkan hal yang baik dengan tidak
meninggalkan wasiat jabatan bagi anak cucu, mereka hanya bekerja saja
tanpa berpikir semua itu. Ini harus dipertahankan!
Seperti Bapak I.S. Kijne katakan, ‘di tanah ini anda boleh memegang kemudi, tetapi bukan anda yang mendatangkan angin arus dan gelombang, Ia Tuhan sendiri yang mendatangkan angin arus dan gelombang itu, supaya kapal itu meluncur dan mendapati daratan-daratan yang belum ditemukan ini’. “Barang siapa bekerja di tanah ini dengan iman dan dengar-dengaran, dia akan berjalan di tanda heran yang satu ke tanda heran yang lain.” Kita juga merenungkan kata-kata dari Bapak Kijne mengenai GKI di Tanah Papua. Yang pertama Kijne menulisnya di Seruling Mas nomor 2.6. “Kukasih engkau tanah yang dengan buahmu, membayar kerajinan dan pekerjaanmu”.
Bila seseorang dapat merasakan kehadiran dan peran Tuhan yang menyelamatkan dalam hidupnya, maka tanpa rasa berat ia mau bersyukur. Jadi terdorong oleh berbagai bentuk kasih dan setia rahmat-Nya maka terungkap pula hasrat untuk mengungkapkan berbagai bentuk rasa terima kasihnya dengan tulus, sukacita dan puji-pujian. Inilah ibadah. Dan hasrat itu muncul dari dalam dirinya sendiri, dengan demikian, dirinya sendirilah yang mangatakan wajib. Maka persekutuan ibadah umat pun menjadi persekutuan yang sejiwa, karena masing-masing berangkat dari pengalaman iman yang membahagiakan dalam hidupnya.
Hal di atas mendorong kerinduan untuk mengungkapkan beribadah syukur. Tentulah ungkapan perayaan lahir batin. Artinya bahwa perayaan ibadah bukan hanya ungkapan rohaniah saja, melainkan totalitas penyembahan, sebagaimana secara total dan utuh Tuhan menghadirkan kebaikan-Nya di dalam dunia ini. Totalitas penyembahan tentulah tidak sebatas pada bentuk ibadah seremonial saja, melainkan kehadiran di tengah lingkungannya saat berjumpa dengan ciptaan lainnya, ia bersikap sebagai orang yang beribadah. Hal ini sejalan dengan Pemahaman Iman Jemaat GKI Filadelfia Abepantai yang di awali dengan pokok Keselamatan, Pokok tersebut menjadi titik berangkat spiritualitas baru yang merayakan kebaikan Tuhan. Atau dengan pemahaman lain, pokok tersebut mengandung makna, bahwa kasih Allah telah dicurahkan mendahului kehendak manusia, yang pada gilirannya mengajak manusia masuk dalam perayaan hidup. Dengan kata lain, Tuhanlah yang telah menciptakan ibadah, dan Ia pun menciptakan manusia untuk beribadah.
HARI RAYA DAN SPIRITUALITAS.
Boleh
dimaknai secara sederhana 'spiritualitas' adalah totalitas hidup yang dipenuhi
semangat baru, yang pada gilirannya mempengaruhi daya dan gaya hidup. Semangat
baru itu muncul akibat mengalami perjumpaan dengan sesuatu yang berarti. Tetapi
dalam konteks ibadah, tentu setelah ia mengalami perjumpaan dengan Tuhan
(misalnya melalui doa puasa/retreat), atau penghayatan mendalam
(kontemplatif/meditative). Tetapi lebih pada atmosfir (suasana) Hari Raya
Gerejawi, kehadiran seseorang di dalamnya dengan semangat penuh, ingin
merayakan Tuhan yang telah hadir. Dan semangat tersebut nyatanya pun tidak
berakhir di sini; kegembiraan iman dalam perayaan terus dan makin memberi
motivasi baru yang diyakini namun mau meyakinkan dunia akan kehadiran-Nya. 👉 by Leka.
Komentar