PACE YUNUS INIKAH YANG MARAH Dan "KASIH ALLAH"
PACE YUNUS INIKAH YANG MARAH Dan "KASIH ALLAH"
Bapak Ibu Jemaat GKI Filadelfia Abepantai, ketidak–selarasan antara pengatahuan yang dimiliki seseorang dengan kehidupannya, selalu menimbulkan permasalahan, terlebih lagi kalau ketidak selarasan itu terjadi antara pengetahuan akan Tuhan pada diri seseorang dengan kehidupan nyatanya, hal itu akan menimbulkan masalah besar, dan tentunya yang pertama kali merasakan masalah itu adalah dirinya sendiri. Hal seperti inilah yang terjadi pada diri Yunus.
Bapak Ibu Jemaat GKI Filadelfia Abepantai, label“jahat” untuk pertama kali tercetus dalam kitab Yunus adalah ditujukan kepada kota Niniwe dalam pasal 1, dan dalam pasal 3:8,10a, dan 10b kata jahat juga ditujukan kepada Niniwe. Tapi sekarang lebel yang sama ini dikenakan kepada Yunus sang Nabi yang “membuat” Niniwe bertobat.(“” karena Yunus hanya perantara/alat yang dipakai Tuhan)
Artinya: bukan cuma Niniwe yang diliputi ancaman kejahatan dalam hatinya, tapi Yunus pun mengalami hal yang sama.
Ironisnya adalah bahwa justru pada saat Niniwe sudah berbalik dari kejahatan–nya, kejahatan itu menguasai Yunus. Yunus sangat yakin bahwa kejahatan Niniwe akan membuat Tuhan benar–benar menjatuhkan malapetaka atasnya. Namun kenyataannya sekarang batas waktu yang ditentukan Tuhan sudah habis, Niniwe bertobat dan Tuhan tidak jadi menjatuhkan hukuman–Nya. Yunus menjadi marah. Hal itu memimpin dia kepada akhir yang buruk yaitu ia gagal memahami belas kasihan Tuhan yang sudah diberikan kepadanya dalam pengalamannya sendiri ketika diselamatkan TUHAN dari Badai dan Ikan Besar. Hati Yunus tidak selaras dengan hati Tuhan. Apa yang menyebabkan hati Tuhan pedih, itu yang membuat hati Yunus senang. Yunus benci dengan apa yang Tuhan telah lakukan dan itu membuatnya marah.
Dalam kemarahannya ia berdoa: (Ya TUHAN, bukankah telah kukatakan itu ketika kau masih di negeriku? Itulah sebabnya, maka aku dahulu melarikan diri ke Tarsis, sebab aku tahu, bahwa Engkaulah Tuhan yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia serta yang menysal karena malapetaka yang hendak didatangkanNya)
Nampak jelas dari kalimat–kalimat tersebut bahwa Ia
tidak menyesali tindakan pelarian diri–nya di pasal 1. Hajaran Tuhan dengan badai besar dan ikan besar yang
menelannya tidak membuatnya paham akan sifat Tuhan walaupun dari mulut–nya
sendiri keluar pernyataan tentang sifat–sifat Tuhan secara tepat. Pelajaran yang Tuhan berikan lewat pengalaman
bersama orang-orang dikafir di kapal dulu, juga tidak membuatnya sadar, padahal
orang–orang yang ia sebut kafir itu lebih punya perasaan, mereka, sebelum melempar Yunus ke dalam laut, telah
berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkannya, karena menghargai nyawa Yunus,
Akan tetapi Yunus Tidak menghargai
nyawa orang–orang yang tidak kenal Tuhan.
Alasan mengapa hal seperti tersebut bisa terjadi adalah karena Yunus adalah nabi yang tahu banyak, bahkan hafal isi kitab suci, tapi pengetahuan itu sama sekali tidak hidup dalam dirinya. Doa Yunus dalam perut ikan membuktikan betapa hebatnya pengatahuan Yunus akan kitab suci, doanya merupakan kutipan dari Mazmur–mazmur, diantaranya adalah Mzm 18 : 6; 120 : 1; 86 : 13; 88 : 6, dan Mazmur-mazmur lain. Jelas sekali bahwa Yunus sangat akrab dengan literatur pujian dari Mazmur. Dengan modal pengetahuan kitab suci juga Yunus menyatakan karakter Tuhan dalam 4 : 2 ini (Pengasih, Panjang Sabar, Berlimpah Kasih Setia)
Akan Tetapi pengenalan Yunus hanya sebatas kognitif–nya. dan Itu Menimbulkan Konflik Di Dalam Diri Yunus Sendiri.
Tidak heran jika kita mendapati bahwa ada antitethic parelelism (Pertentangan) di dalam isi doa Yunus dalam 4 : 2–3 dengan 2 : 1–9. Yunus yang memuji kemurahan Tuhan di pasal 2, kini berbalik dan menyesal akan hal itu di pasal keempat.
Kemarahan Yunus kepada Tuhan makin jelas terungkap
di ayat tiga dengan meminta Tuhan untuk mengambil nyawa-nya dan mengatakan
bahwa kematian–nya lebih baik daripada hidup–nya. Kalimat ini menunjukkan betapa dalam–nya ketidak–puasan
Yunus terhadap kebaikan Tuhan, yang telah ia alami sendiri secara dramatis
ketika ia diselamatkan dari dalam laut.
Nampaknya kemurahan Tuhan kepada Niniwe dianggap sebagai ketidak–adilan Tuhan oleh Yunus. Yunus Bahkan Menantang Tuhan Untuk Mencabut Nyawanya.
Aplikasi
Bapak Ibu sdr Jemaat GKI Filadelfia Abepantai, lamanya perjalanan hidup kita bersama Tuhan, banyaknya pengalaman belas kasihan dari Tuhan atas hidup kita, dan banyaknya pengetahuan kita akan Tuhan ternyata tidak menjamin hidup kita diperkenan oleh Tuhan. Sekian lama Yunus menjadi nabi Tuhan, dan sekian banyak pertolongan Tuhan yang dialaminya, tidak membuat dirinya diperkenan Tuhan. Hatinya dan kelakuannya tidak mau sejalan dengan hati Tuhan sekalipun pengetahuannya tentang Tuhan begitu jelas, sistematis, dan berlimpah. Dan itu membuat Yunus berada pada posisi melawan Tuhan.
Bapak Ibu Jemaat GKI Filadelfia Abepantai, ketika kehidupan nyata kita tidak selaras dengan pengetahuan kita akan Tuhan, maka kita pun sedang berada pada posisi melawan Tuhan. Orang yang mengenal Tuhan, yang seharusnya menjadi sekutu Tuhan, tapi berdiri sebagai lawan Tuhan/musuh bagi Tuhan! Dalam posisi seperti ini sebenarnya Tuhan layak langsung menghajar kita, Tapi kenyataannya Tuhan tidak selalu langsung menghajar kita ketika kita menentang Dia, Tuhan begitu sabar menuntun kita pada pengertian, begitu sabar mengajar kita, membujuk kita, hanya kitanya saja yang masih terus keras kepala. Mirip seperti Yunus, mari lihat tindakan Tuhan selanjutnya sebagai jawaban atas doa Yunus tersebut, di ayat empat Tuhan malah balik bertanya dengan satu pertanyaan retoris. Tuhan sama sekali tidak menghiraukan permintaan Yunus untuk kematian–nya. Sebaliknya Tuhan mendidik Yunus dengan menguji kebenaran tuduhan Yunus pada Tuhan. Tuhan bertanya: “Apakah baik bagi-mu untuk marah”–Sewaktu Yunus protes dengan tindakan Tuhan, artinya keputusan Tuhan dianggap tidak baik oleh Yunus dan sekarang Tuhan justru berbalik bertanya “Jadi, apakah baik jika engkau marah” pertanyaan ini sudah seharusnya membawa Yunus kepada pengertian bahwa kemarahan–nya tersebut merupakan sesuatu yang jahat secara moral. Jawaban Tuhan terhadap Yunus ini kembali membuktikan karakter Tuhan yang murah hati, berbelas kasih, dan panjang sabar. Jawaban Tuhan begitu baik dan sabar, yang diberikan untuk membawa Yunus yang keras kepala kepada pengoreksian diri yang benar.
2. Rupanya tegoran yang merupakan didikan Tuhan yang pertama untuk menyadarkan Yunus setelah pertobatan Niniwe ini tidak juga membuat Yunus sadar. Yunus masih terus marah dan ini digambarkan dengan tindakan ‘mengambek’ nya:
Yunus membangun dengan tangannya sendiri sebuah pondok/tempat berteduh sementara, terbuat dari dahan–dahan yang dianyam seperti pondok-pondok, dan ditutupi oleh daun yang segar.
Namun Ketika Yunus terus menerus mengeluh, tampaknya daun–daun pondok yang dibuatnya sudah layu. Tuhan tahu tanaman hidup merupakan pelindung sinar matahari yang lebih baik daripada pondok buatan tangan Yunus. Karena itu, di dalam belas kasihan dan didikan–Nya, Tuhan menyediakan Yunus sebuah tanaman untuk mengurangi rasa tidak senang–nya.
Ini adalah langkah lain dari Tuhan untuk mendidik Yunus agar mengerti/bukan sekedar tahu–sifat Tuhan. Yunus sangat senang, Namun sayangnya Yunus gagal menangkap bahwa anugerah kemurahan (tanaman itu) adalah dari Tuhan untuk siapa saja yang Tuhan mau. Pemberian itu baik bagi Yunus sejauh tidak diberikan pada Niniwe.
3. Didikan Tuhan berlanjut dengan mengirimkan seekor ulat yang memakan tanaman itu di keesokan harinya sebelum matahari terbit, dan ketika matahari terbit, sebelum tindakan pengrusakan tanaman itu selesai benar, Tuhan sudah mendatangkan angin timur yang amat panas. Sengatan matahari membuat Yunus lemah tubuhnya dan kehilangan tanaman pelindungnya menggusarkan hati–nya. Pengajaran Tuhan kali ini pun masih tidak dimengerti oleh Yunus sehingga sukacitanya ditelan oleh kegusaran.
Akibatnya Yunus kembali mengungkapkan keinginannya untuk mati. Kali ini perhatian Yunus sudah terikat kepada diri–nya sendiri. Kehilangan tanaman yang menolongnya untuk mempertahankan hidup membuat Yunus putus asa. Nampaknya tidak wajar, tapi ini adalah hasil dari sakit rohani yang dalam. Tuhan ingin menyelamatkan Yunus dari sakit rohani ini.
Sebagai jawaban atas reaksi Yunus, kembali Tuhan bertanya kepada Yunus “layakkah engkau marah kerena pohon jarak itu?”. Namun kali ini pertanyaan retoris yang seharusnya dijawab dengan ‘tidak’ ini mendapat jawaban yang tidak biasa dari Yunus, yaitu ‘baik bagi–ku marah sampai mati.’ Yunus bersikeras membenarkan kemarahan-nya. Tanaman itu begitu penting bagi-nya dan Tuhan menghancurkannya. Sekali lagi kita melihat Yunus tidak menghargai nyawa dalam hal ini adalah nyawanya sendiri
Yunus putus asa, kemarahan atau kejahatan itu begitu melingkupi hatinya sehingga Yunus tidak mau hidup di bawah pengaturan anugerah Tuhan, Namun ia juga tidak siap untuk hidup tanpa anugerah Tuhan (nyatanya ia masih butuh pohon yang dari Tuhan itu). Pada akhirnya, karena dikuasai kemarahan : daripada harus hidup bersama dengan Tuhan yang berbelas kasih, Yunus memilih untuk memisahkan diri, yaitu dengan kematian.
Ayat 10 – 11
Namun puji Tuhan, Tuhan yang murah hati, berbelas kasih, dan panjang sabar tidak membiarkan Yunus begitu saja di dalam keputusasaan–nya. Sekali lagi Tuhan dengan penuh kasih mendidik Yunus, Tuhan mengkontraskan sikap Yunus terhadap tanaman dengan sikap Tuhan terhadap Niniwe. Sementara Yunus mengeraskan hati–nya terhadap penduduk Niniwe, Yunus sebaliknya menaruh belas kasihan terhadap tanaman yang tidak pernah ada campur tangan dan jerih lelah Yunus di dalam–nya dan yang hidup cuma selama satu hari. Walaupun begitu, tentu Tuhan sebenarnya tahu bahwa Yunus tidak sungguh–sungguh berbelas kasih terhdap tanaman itu. Yunus hanya kehilangan kenyamanan–nya, sama seperti dia tidak sungguh–sungguh menderita karena Niniwe melainkan karena kesombongan teologi-nya. Jadi kalimat ini sebenarnya lebih merupakan ironi.
Dengan membandingkan tanaman dengan Niniwe, Tuhan ingin menunjukkan kepada Yunus betapa, dalam pandangan Tuhan, Niniwe jauh lebih berharga daripada sekedar tanaman itu. Hal ini didukung dengan penyebutan jumlah penduduk yang 120.000 orang, suatu jumlah yang sangat besar pada masa itu. Dengan apa yang dialami oleh Yunus yaitu penyelamatan Tuhan kepada–nya dari dalam perut ikan besar, seharusnya Yunus sadar bahwa satu nyawa begitu berharga di mata Tuhan, apalagi sejumlah besar nyawa yang ada di dalam kota Niniwe itu.
Namun ada hal lain yang ingin Tuhan ajarkan pada Yunus. Kalimat yang mengatakan bahwa orang Niniwe tidak tahu antara tangan kanan dan tangan kiri menjadi bukti penting karena dibaliknya mengandung arti bahwa mereka kurang pengetahuan. Kurang–nya pengetahuan ini yang mungkin menyebabkan mereka membuat keputusan yang jahat. Itulah sebabnya ketika Yunus memberitahu Firman Tuhan tentang penghukuman Niniwe di pasal 3, mereka kemudian bertobat.
Setelah semuanya itu tidak ada lagi tanggapan ataupun bantahan dari Yunus.
Dan memang Bapak Ibu sdr Jemaat GKI Filadelfia Abepantai, tidak ada seorang pun yang bisa berbantah–bantahan tentang kasih karunia Tuhan, kebaikan Tuhan, tidak seorang pun yang bisa protes akan keputusan Anugerah yang Tuhan mau berikan kepada siapa saja yang mau ia beri. KarenaIa adalah Tuhan yang penuh dengan kasih karunia.
Aplikasi:
Penggalian terhadap kisah Yunus ini membawa kita bercermin tentang diri kita di hadapan Tuhan. Dari dalamnya kita melihat tentang sosok diri yang sombong dan angkuh, yang “manja”–mengambek demi kenyamanan diri sendiri, yang tegar tengkuk, bebal tak jua mengerti didikan yang sudah bagitu banyak diberikan melalui pengalaman pribadi yang berlimpah–diri yang tidak tahu bersyukur atas pertolongan yang begitu nyata-nyatanya sudah dialami oleh diri sendiri, diri yang berontak terhadap TUHAN–tidak mau diatur hidupnya oleh campur tangan Tuhan, tapi sebenarnya juga tidak sanggup hidup tanpa campur tangan Tuhan, diri yang miskin hati, tak mampu memberikan kesempat bagi orang lain untuk bertobat.
Tuhan ingin kita berubah dan terus bertumbuh. Jika pada hari ini ada teguran yang Tuhan berikan melalui alur dan penggalian kisah Yunus ini, dengarkanlah Dia dan patuhlah pada kehendaknya. Hendaklah hati dan tingkah hidup nyata kita sepadan/selaras dengan kehendakNya.
Komentar